Mbah KH. Irfan Kertijayan
Informasi : Khitanan masal Bakal Diadakan pada bulan Juli 2025.

Mbah KH. Irfan Kertijayan

Media Ansor Wonoyoso
Sabtu, 12 Desember 2020



Lahir pada tahun 1894 di desa Kertijayan Kec. Buaran Kab. Pekalongan dan wafat pada tahun 1980 atau pada usia 86 tahun. Beliau putra Mbah Hasbullah bin Ahmad bin Salman, dan mempunyai istri yang bernama Nyai Hj. Masyiatillah binti H. Nawawi.

A.    Keutamaan pribadi KH. Irfan bin Hasbullah, antara lain :

1.      Tegas dan pemberani terhadap apa yang diyakini benar.

Salah satu bukti ketegasan dan keberanian beliau adalah berdirinya masjid An-Nur Kertijayan. Ketika beliau melontarkan gagasan untuk mendirikan sebuah masjid di Kertijayan ini sebagian kyai dan tokoh masyarakat tidak menyetujui dan tidak mendukungnya, padahal untuk mendirikan masjid tentu memerlukan dukungan banyak pihak, baik dukungan biaya yang besar maupun dukungan dari sisi hukum fiqih tentang sah tidaknya sholat Jum’at yang dilaksanakan di masjid tersebut. Tetapi beliau tetap melaksanakan niatnya untuk mendirikan masjid ini meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi karena beliau meyakini benar.

2.      Tekun dan ulet dalam mencari dan memelihara ilmu.

Menurut Mbah Kyai Abdusshomad, yang lebih dikenal dengan nama Mbah Kyai Shomadi Kauman Batang, salah satu sahabat KH. Irfan semasa mengaji pada Kyai Agus Naraban Kergon Pekalongan, KH. Irfan adalah sosok santri yang luar biasa tekun dan ulet dalam mencari ilmu. Pada masa itu karena beliau keterbatasan biaya kadang-kadang untuk membeli satu kitab saja tidak mampu, beliau tidak putus asa, beliau mencari kertas-kertas bekas dan meminjam temannya yang punya kitab kemudian isi kitab itu ditulis dengan tangan lalu dikumpulkan sehingga menjadi satu kitab tulisan tangan. Karena kecintaan beliau pada ilmu dan keinginan memelihara ilmu, kebiasaan menulis dengan tangan kitab-kitab yang diajinya ini terus dilanjutkan hingga beliau dewasa dan menjadi Kyai. Bahkan beliau sempat menulis dengan tangan kitab Ihya’ Ulumuddin sampai hampir tiga jilid, beliau juga membaca atau mengajar kitab Ihya’ Ulumuddin tersebut di masjid KH. Abdul Fattah bin KH. Thohir, Jenggot sampai beliau wafat. Allahummaghfirlahu.

B.      Jasa-jasa KH. Irfan, antara lain :

1.      Ikut berperan dalam proses berdirinya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU).

Sebagaimana diketahui dalam sejarah ketika KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1924 mengusulkan kepada Hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari agar kaum penganut ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah ini diwadahi dalam satu organisasi (Jam’iyyah). Mbah KH. Hasyim Asy’ari tidak serta merta mengabulkan usulan tersebut, tetapi beliau bertukar pikiran dulu dengan kiai–kiai lain dan sahabat-sahabat beliau dari berbagai daerah.

Untuk daerah Pekalongan KH. Hasyim Asy’ari bertukar fikiran dengan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya Pekalongan (Kakek dari Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Yahya) dan KH. Amir Simbang Kulon.

Menurut penuturan Maulana Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Yahya, ketika KH. Hasyim Asy’ari bertukar pikiran dengan Habib Hasyim (Kakek Habib Luthfi) dan KH. Amir di Pekalongan untuk mendirikan Jami’iyyah NU, KH. Irfan selalu diajak serta meskipun beliau pada waktu itu masih seorang santri muda, beliau diminta oleh KH. Amir untuk melayani KH. Hasyim Asy’ari, termasuk mencarikan kitab–kitab rujukan dan membacanya dalam musyawarah tiga kiai besar tersebut.

Hingga Jam’iyyah NU resmi didirikan pada tahun 1926 di Surabaya, KH. Irfan tetap terlibat dalam pengembangan NU di Pekalongan, melihat fakta sejarah ini menurut Habib M. Lutfi, Simbang Kulon dan Kertijayan seharusnya menjadi soko guru NU di Pekalongan karena peran serta dua tokohnya dalam pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU) yaitu KH. Amir (Simbang Kulon) dan KH. Irfan (Kertijayan).

2.      Ikut mendorong berdirinya Madrasah di Kertijayan.

Penuturan dari Almarhum H. Abdus Syakur bin H. Abdul Mu’in (H. Khulal) Kertijayan Gg. 2, bahwa pada tahun-tahun terakhir menjelang wafatnya KH. Irfan beliau berpesan agar H. Khulal mendirikan Madrasah di Kertijayan Lor (Pasangan). Hal ini terus ditanyakan beliau ketika bertemu, sehingga H. Khulal merasa malu bertemu KH. Irfan kalau belum berhasil mendirikan madrasah, oleh karena itu tumbuh dorongan kuat untuk melaksanakan pesan KH. Irfan ini. Meskipun KH. Irfan tidak sempat menyaksikan berdirinya madrasah karena telah wafat sebelum pesannya kepada H. Khulal terwujud, H. Khulal tetap merasa berdirinya madrasah yang sekarang bernama MIS Kertijayan adalah dorongan moral dan do’a dari KH. Irfan.


(Disadur dari Buletin Atsar MAS Simbang Kulon Edisi 031/2017/1438 H)