Setiap daerah di Nusantara memiliki tradisi unik yang diwariskan secara turun-temurun, termasuk di Desa Wonoyoso. Salah satu tradisi yang masih lestari hingga saat ini adalah Rabu Pungkasan, sebuah ritual masyarakat yang dilaksanakan setiap malam Rabu terakhir di bulan Safar dalam penanggalan Hijriyah. Pada tahun 2025, tradisi ini jatuh pada tanggal 19 Agustus 2025 M atau bertepatan dengan 24 Safar 1446 H.
Makna dan Sejarah Rabu Pungkasan
Rabu Pungkasan atau dalam bahasa Jawa disebut Rebo Pungkasan adalah sebuah tradisi yang diyakini masyarakat sebagai momentum penting untuk melakukan ikhtiar batin. Mereka percaya bahwa pada hari tersebut terdapat keberkahan sekaligus perlindungan dari berbagai marabahaya. Bagi masyarakat Desa Wonoyoso, momentum ini tidak sekadar ritual, melainkan bagian dari kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur dan tokoh agama terdahulu.
Di Wonoyoso, tradisi ini berkaitan erat dengan sebuah sumur keramat yang terletak di kompleks Masjid Jami’ Wonoyoso. Sumur tersebut memiliki sejarah panjang, konon merupakan peninggalan seorang wali yang pernah berdakwah di kawasan itu. Setiap malam Rabu terakhir bulan Safar, masyarakat dari berbagai penjuru desa akan berdatangan untuk mengambil air dari sumur tersebut.
Keyakinan Masyarakat Terhadap Air Sumur Keramat
Air dari sumur keramat ini diyakini mempunyai banyak manfaat, baik secara fisik maupun spiritual. Menurut kepercayaan warga, air tersebut dapat:
Menyembuhkan berbagai penyakit,
Membawa kelancaran rezeki,
Mempercepat datangnya jodoh,
Menjadi wasilah (perantara) keberkahan hidup.
Karena keyakinan inilah, sumur keramat tersebut dikenal dengan sebutan “Air Jan-Jan”, sebuah istilah yang muncul karena masyarakat menyamakannya dengan Air Zam-Zam di Makkah. Walaupun secara ilmiah belum tentu dapat disamakan, namun secara spiritual masyarakat menaruh keyakinan besar terhadap air ini.
Fenomena Alam: Sumur yang Mendidih Sendiri
Keunikan lain yang membuat tradisi Rabu Pungkasan semakin kuat adalah fenomena yang dipercaya terjadi di sumur keramat tersebut. Konon, pada setiap Rabu terakhir bulan Safar, sumur ini akan “mendidih” dengan sendirinya tepat saat adzan Maghrib berkumandang hingga keesokan harinya. Fenomena ini menambah keyakinan masyarakat bahwa sumur tersebut memang memiliki keistimewaan khusus.
Tradisi sebagai Wujud Syukur dan Doa
Tradisi Rabu Pungkasan bukan hanya sebatas pengambilan air keramat. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi ajang berkumpulnya masyarakat untuk memperkuat silaturahmi. Mereka membawa wadah air dari rumah masing-masing, lalu berbondong-bondong menuju masjid untuk mengambil air dari sumur keramat. Suasana religius dan kebersamaan begitu terasa, karena selain mengambil air, biasanya juga disertai doa bersama agar terhindar dari bala, diberi kesehatan, rezeki yang berkah, serta kehidupan yang tenteram.
Menjaga Warisan Budaya Lokal
Di tengah arus modernisasi, tradisi seperti Rabu Pungkasan menjadi simbol penting dalam menjaga identitas dan kearifan lokal. Masyarakat Wonoyoso telah membuktikan bahwa meski zaman terus berubah, tradisi yang mengandung nilai spiritual dan sosial tetap bisa dilestarikan. Generasi muda pun diharapkan ikut menjaga dan meneruskan amalan ini agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
Tradisi Rabu Pungkasan di Desa Wonoyoso adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal, spiritualitas, dan kebersamaan berpadu dalam kehidupan masyarakat. Lebih dari sekadar ritual tahunan, Rabu Pungkasan menjadi momentum refleksi, doa, dan ikhtiar batin untuk meraih hidup yang lebih baik.
Dengan semangat menjaga warisan budaya, masyarakat Wonoyoso terus mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari jati diri sekaligus doa kolektif untuk keselamatan bersama.
Kontributor maspik ganteng.